Mengambil alih tanggungjawab pada waktu yang tepat merupakan sikap pemimpin yang terpuji. Tidak banyak orang yang bersedia mengambil alih tanggungjawab ketika sistem dalam keadaan kacau, kolaps dsb. Tapi banyak orang lebih senang mengambil alih tanggungjawab ketika sistem dalam kondisi baik sehingga mereka tidak direpotkan dan lebih senang menuai hasil yang menguntungkan dirinya atau kelompoknya. Tidak jarang mereka justru berusaha memojokkan seseorang atau istilah lain mengorbankan seseorang padahal belum tentu yang bersangkutan salah. Titik-titik lemah digali jauh lebih dalam bahkan jebakan-jebakan disiapkan secara beramai-ramai. Tindakan yang disebut dalam 3 kalimat terakhir ini merupakan tindakan yang tidak terpuji dan tidak sebaiknya dilakukan oleh seorang pemimpin.
Pemimpin harus mempunyai visi yang mampu mengajak setiap orang yang dipimpinnya untuk bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Setiap orang sebenarnya adalah seorang pemimpin, oleh karena itu maka setiap ucapan dan tindak tanduknya seharusnya dijaga agar tetap menjadi guru yang baik bagi semua orang. Pasang surut keinginan untuk bertanggungjawab merupakan hal yang biasa saja namun menjadi hal yang tidak biasa dalam keadaan genting yang memaksa. Pada saat itulah diuji keberaniannya untuk mengambil tanggungjawab betapapun besar tanggungjawab tersebut. Bagi seorang pemimpin pantang surut dia dalam menerjang badai bahkan hujatan sekalipun sebelum tercapai tujuannya/tugas yang diembannya.
Ada pula tipe pemimpin yang pengecut dan tidak bertanggungjawab dengan melempar tanggungjawab ke orang lain padahal dia sendiri yang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya. Tipe pemimpin semacam ini tidak patut dicontoh dan memang bangsa Indonesia tidak sepantasnya mempunyai tipe pemimpin semacam ini. Pernahkah saudaraku melihatnya? Bukan tidak mungkin, tipe-tipe pengecut semacam ini sangat banyak terdapat di sekeliling kita. Seorang pemimpin harus bisa mengatur strategi, kapan dia harus berada di depan, kapan harus berada di tengah dan kapan dia harus berada di belakang. Dengan demikian dia mampu menempatkan diri pada saat yang tepat, tidak harus selalu berada terus menerus di garis depan.
Marilah kita semua berkaca diri dan melihat sekeliling kita, termasuk yang manakah kita dan sekeliling kita ini. Gotong royong memikul tanggungjawab adalah baik namun bila gotong royong untuk tujuan tidak baik tentu harus dihindari.
Pemimpin harus mempunyai visi yang mampu mengajak setiap orang yang dipimpinnya untuk bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Setiap orang sebenarnya adalah seorang pemimpin, oleh karena itu maka setiap ucapan dan tindak tanduknya seharusnya dijaga agar tetap menjadi guru yang baik bagi semua orang. Pasang surut keinginan untuk bertanggungjawab merupakan hal yang biasa saja namun menjadi hal yang tidak biasa dalam keadaan genting yang memaksa. Pada saat itulah diuji keberaniannya untuk mengambil tanggungjawab betapapun besar tanggungjawab tersebut. Bagi seorang pemimpin pantang surut dia dalam menerjang badai bahkan hujatan sekalipun sebelum tercapai tujuannya/tugas yang diembannya.
Ada pula tipe pemimpin yang pengecut dan tidak bertanggungjawab dengan melempar tanggungjawab ke orang lain padahal dia sendiri yang seharusnya bertanggungjawab atas tindakannya. Tipe pemimpin semacam ini tidak patut dicontoh dan memang bangsa Indonesia tidak sepantasnya mempunyai tipe pemimpin semacam ini. Pernahkah saudaraku melihatnya? Bukan tidak mungkin, tipe-tipe pengecut semacam ini sangat banyak terdapat di sekeliling kita. Seorang pemimpin harus bisa mengatur strategi, kapan dia harus berada di depan, kapan harus berada di tengah dan kapan dia harus berada di belakang. Dengan demikian dia mampu menempatkan diri pada saat yang tepat, tidak harus selalu berada terus menerus di garis depan.
Marilah kita semua berkaca diri dan melihat sekeliling kita, termasuk yang manakah kita dan sekeliling kita ini. Gotong royong memikul tanggungjawab adalah baik namun bila gotong royong untuk tujuan tidak baik tentu harus dihindari.