Artikel di bawah ini yang saya tulis Juni 2020 yang lalu
tampaknya masih relevan hingga saat sekarang ini. Semoga sudah ada banyak
perbaikan di sana sini secara tersistem karena keberanian para pejabat di semua
level dalam mengatasi permasalahan pangan di tanah air.
----------------------------------
Beberapa waktu yang lalu telah terjadi banjir import produk
pertanian ke dalam pasar dalam negeri. Ini merupakan langkah pemerintah dalam
mengantisipasi harga dan ketersediaan 11 produk pertanian yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak bahkan termasuk sayur mayur. Hal ini sebagian
dikeluhkan para petani dan banyak masyarakat yang lain karena terjadi
"kerusakan harga" yang tidak menguntungkan para petani. Pedagang dan
pihak ketigalah yang diuntungkan dengan kondisi tersebut. Dari sekilas survey
yang dilakukan untuk menjaring pendapat masyarakat maka penyebab petani tidak
diuntungkan oleh kondisi panen adalah:
1. Kongkalingkong antara oknum pemerintah dan DPR dalam
membuat kebijakan. Kebijakan atau tata aturan atau perundang-undangan yang
berlaku seharusnya makin berpihak kepada petani yang ditunjukkan misal dengan
kesejahteraan petani yang meningkat dan makin banyak pihak khususnya generasi
muda yang tertarik menekuni bidang pertanian.
2. Biaya produksi yang jauh lebih besar daripada harga jual.
Masyarakat tani tahu betul bagaimana mahalnya ongkos produksi produk pertanian.
Untuk biaya sewa/pengolahan lahan; benih, pupuk, perawatan, dan buruh misalnya,
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini belum kalau kemudian saat panen,
membanjir produk import tentu akan makin menjatuhkan harga.
3. Rantai distribusi pangan yang dikuasai mafia. Mafia
banyak bertebaran dimana-mana dimana mulai dari tingkat lapangan sampai tingkat
pembuatan kebijakan. Sebagian mempermainkan data dan informasi serta sebagian
yang lain sebagai kelompok penekan pembuat kebijakan/undang-undang dan berbagai
upaya lain yang sangat menguntungkan pihak mafia.
4. Daerah produsen dan konsumen yang tidak terkoneksi dengan
baik. Tidak jarang berita-berita tentang wilayah yang sedang tanam, panen di
pihak produsen tidak tersampaikan informasinya kepada masyarakat konsumen.
Akibatnya tidak jarang di suatu wilayah produsen kebanjiran produk pertanian
sementara pada pihak konsumen terjadi kelangkaan barang. Bila infrastruktur dan
suprastruktur mendukung maka bukan tidak mungkin harga pangan stabil dan
kesejahteraan petani meningkat.
5. Petani tidak berkelompok/membentuk kelompok tani atau
gabungan kelompok tani sehingga posisi tawar lemah. Dengan berkelompok,
misalnya menjadi eksportir, maka selain akan meningkatkan posisi tawar, juga
akan meningkatkan devisa yang mendorong kesejahteraan anggota gapoktan
tersebut. Kerelaan untuk berbagi peran dan tanggung jawab serta hak akan
menjamin terjadinya pembagian yang adil di antara anggota.
6. Mindset yang belum berubah, baik di pihak pemerintah,
pedagang maupun petani. Di pihak pemerintah barangkali menganggap bahwa petani
adalah kelompok orang yang mudah diatur, demikian pula anggapan pedagang.
Petani adalah kelompok yang sangat dibutuhkan untuk meraih suara dalam Pemilu
dan meraup keuntungan lainnya. Sedangkan bagi para petani pekerjaan tani
merupakan pekerjaan warisan dari para orang tuanya dan merupakan pekerjaan yang
kurang menuntut banyak kreasi dan inovasi. Petani lebih suka menyekolahkan
anaknya untuk tidak menjadi petani merupakan salah satu penguat bahwa orang
tuanya tidak menginginkan anaknya menjadi petani. Bagi kalangan muda, pekerjaan
tani juga banyak dianggap sebagai pekerjaan yang kotor (belepotan
tanah/lumpur/kotoran) dan kurang bergengsi dibanding kerja menjadi dokter,
pegawai negeri sipil, banker dsb. Tentu ada sebagian pula yang tidak berpikir
demikian.
7. Menggunakan paradigma lama dimana menjadi petani susah
untuk menjadi makmur. Kenyataannya paradigma ini sudah mulai mengalami
pergeseran dimana tidak jarang petani menjadi makmur karena menerapkan
pertanian modern yang organik dan efisien. Harga jual produk pertanian yang
dipasarkan dengan cara-cara kreatif dan inovatif terbukti juga mengangkat
kesejahteraan banyak pihak.
8. Menghasilkan produk di bawah standard. Kita mengetahui
bahwa masih banyak produk-produk pertanian yang belum memenuhi standard
tertentu ketika dijual atau dilempar ke pasar. Untuk bisa dijual di supermarket
harus menjalani proses tertentu sehingga kualitasnya terjamin. Standard
kesehatan, kemasan dan lain-lain masih belum menjadi perhatian utama padahal
konsumen menginginkan produk pertanian yang terseleksi kualitasnya. Quality
control harus menjadi perhatian bila menginginkan produk standard apalagi jika
dieksport. Produk tersebut harus memenuhi standard internasional khususnya di
negara pengimport produk tersebut.
9. Belum menjamurnya Desa Digital dimana produk-produk bisa
dipasarkan secara online, mencapai konsumen dengan cepat, kualitas terjamin
(tidak layu atau rusak), harga stabil dan terjangkau.
10. Kelembagaan, misalnya Koperasi Unit Desa atau Kelompok
Usaha Bersama serta bentuk organisasi lainnya yang belum berjalan dengan baik.
Sudah banyak kelompok-kelompok yang mempunyai ketertarikan pertanian yang
sejenis namun mengingat sangat demokratisnya maka menjadi organisasi yang tanpa
bentuk dan tidak terorganisir.
Berbagai hal di atas sebenarnya mungkin sudah disadari oleh
banyak pihak tapi kurang terinformasikan dengan lebih baik, dengan bahasa yang
mudah dipahami semua pihak, saling bisa menerima bagian keuntungan masing-masing
(simbiosis mutualisma) dengan proporsi yang seimbang. Petani sebagai garda
depan dalam penopang kehidupan suatu negara sudah semestinya mendapatkan
perhatian tinggi mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
setiap waktu. Suatu negara yang ditopang oleh pertanian yang kuat, biasanya
bisa bertahan terhadap gangguan ekonominya.
--------------------
Butuh keberanian besar bukan sekedar safe player untuk bisa
mengubah kondisi yang makin menguntungkan masyarakat khususnya petani. Jayalah
petani jayalah negeri kita.