Salah satu permasalahan utama terkait dengan perubahan iklim ditambah berbagai pertistiwa yang terjadi di dunia ini adalah krisis pangan. Faktor lain yang turut terdampak adalah sektor energi dan air, meskipun untuk faktor air ini dalam kurun waktu terakhir tidak menjadi masalah utama di wilayah kita, bahkan terjadi over supply air yang ditunjukkan oleh bencana alam banjir dan tanah longsor. Namun di benua yang lain yakni di Afrika dan Amerika Latin terjadi masalah kekurangan air beberapa waktu yang lalu sehingga memicu kekeringan yang berakibat kebakaran hutan, contohnya di Argentina. Secara global tiga hal tersebut sudah dirasakan di banyak negara sehingga memicu kekacauan dan kecemasan masyarakat negara-negara tersebut. Ditambah 3 tahun terakhir pandemi Covid 19 terus berjalan. Alih alih mampu mengatasi masalah, pemerintahan negara-negara tersebut bahkan sudah ambruk dan warganya berusaha untuk bisa bangkit lagi dengan tertatih-tatih.
Peristiwa tersebut tentu saja juga dipikirkan oleh
pemerintah Indonesia yang ditunjukkan dengan mengajak para pemimpin global di forum
PBB dan G20 untuk mengantisipasi adanya kerawanan pangan akibat pupuk dan
perubahan iklim. Pupuk yang dimaksud adalah pupuk kimia yang sangat dibutuhkan
petani untuk meningkatkan produksi pangan. Perang yang berkecamuk di Ukraina
akibat invasi Rusia ke negara tersebut membuat kondisi dunia makin runyam dan
belum jelas kapan berakhirnya. Sebagai negara-negara sentra produksi gandum
dunia, adanya perang ini menyebabkan eksport bahan pangan tersebut menjadi
terganggu. Karenanya pihak-pihak yang menggantungkan pasokan gandum dari kedua
negara tersebut sudah kelabakan dan terganggu perekonomiannya. Apalagi ditambah
krisis energi dimana Eropa juga sebagian bergantung pada Rusia. Kondisi yang
semakin tidak menentu inilah yang meningkatkan ketidakpastian kondisi dunia
yang masih juga berkutat dengan pandemi.
No comments:
Post a Comment