Pemanasan global dan perubahan iklim telah sering kita dengar dari berbagai media massa cetak dan online serta media sosial namun sepertinya belum menjadi agenda yang dianggap penting bagi sebagian masyarakat. Issue perubahan iklim masih merupakan issue elit dunia. Meskipun disadari oleh sebagian masyarakat dunia bahwa berbagai peristiwa yang terjadi dalam keseharian mereka banyak terkait dengan perubahan iklim dengan berbagai variasinya. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim ini mungkin sudah banyak yang tahu khususnya warga perkotaan karena bisa diperoleh informasinya dari gadget yang ada. Tiga hal yang harus diketahui dan akan sangat mungkin mengalami perubahan dan rentan terhadap gangguan di masa kini dan mendatang adalah persoalan air, energi dan pangan.
Berbagai bencana yang terjadi di berbagai belahan bumi
termasuk di dalamnya Indonesia sering dianggap diakibatkan oleh pemanasan
global dan perubahan iklim. Bencana hidrometeorologi sebagai bagian dari
bencana alam misalnya puting beliung, badai tropis, siklon tropis, banjir,
banjir bandang, kekeringan serta tanah longsor yang dipicu oleh hujan deras
sering membawa korban harta dan jiwa. Semuanya itu bisa disaksikan dari
berbagai sumber berita akhir-akhir ini. Info-info tentang bencana alam tiap
hari menghiasi media massa dan media sosial. Lihat berita di salah satu
propinsi di China yang mengalami banjir besar beberapa hari yang lalu. Tentu
semua orang tidak ingin mengalaminya namun sangat sedikit dari masyarakat yang
turut terlibat pada upaya penyelamatan lingkungan dan tindakan preventif
lainnya. Baru ketika bencana alam terjadi, masyarakat tergopoh gopoh dalam
melakukan tindakan kuratif.
Pada saat ini terjadi El Nino yang diprakirakan dalam
mencapai puncaknya pada bulan Agustus dan September ini oleh BMKG namun oleh,
misalnya, Australia diprakirakan akan meningkat sampai dengan bulan Desember
mendatang berdasarkan update data sampai akhir Juli kemarin. Ini kemungkinan
akan menyebabkan kekeringan di banyak tempat di tanah air dan itupun sudah
terjadi di banyak kabupaten. Antisipasi masalah ini adalah melalui manajemen
air sehingga air yang berlebih di musim hujan bisa disimpan dan mengisi air
tanah atau waduk dan pada saat musim kemarau tidak sampai menjadikan
kekeringan. Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah, misalnya membangun waduk
merupakan langkah maju dalam mengamankan ketersediaan air untuk berbagai
tujuan. Dan ini sangat bermanfaat bagi dunia energi dan pangan.
Kedaulatan energi bisa dilakukan melalui cara itu dan
pengembangan energi baru terbarukan seperti energi surya dan angina harus
selalu disosialisasikan. Kita seharusnya bersyukur dengan keberadaan wilayah
kita yang dekat dengan ekuator sehingga panjang hari sekitar 10-12 jam. Panjang
hari adalah waktu dari mulai terbit sampai terbenamnya matahari. Ini
menyebabkan energi surya dapat dengan mudah kita peroleh sepanjang tahun.
Sayangnya untuk menginstall sampai bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas masih
butuh revolusionerisasi teknologi. Untuk saat sekarang masih butuh biaya tinggi
dimana hanya kalangan tertentu saja yang bisa/mau berinvestasi untuk
mendapatkan energi bebas ini. Bisa dibayangkan bagaimana suatu saat nanti jauh
lebih banyak orang yang menikmati energi gratis ini dibanding dengan yang
memanfaatkan pembangkit listrik tenaga air seperti kondisi saat ini. Jika
batterai penyimpan daya energi matahari bisa mempunyai kapasitas yang besar
maka inipun akan menjadikan ketahanan energi menjadi makin dahsyat. Sebenarnya hal
inipun kita mampu melakukannya bila didukung oleh regulasi yang tepat sehingga
investasi pikiran, tenaga dan teknologi tinggi modal murah tidak tersia-sia dan
tersalip oleh sumber daya manusia negara lain.
Energi bisa juga dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya
pertanian. Mekanisasi pertanian sejauh ini belum menjangkau dan merata di
pelosok pedesaan. Smart farming masih serasa mengawang-awang bagi petani
tradisional yang jumlahnya amat sangat jauh lebih banyak daripada petani
berdasi atau yang sudah melek (sadar) teknologi. Penggunaan infrastruktur
pertanian yang berbasis IoT (internet of things) masih terasa sebagai teknologi
milik kalangan milenial/muda. Transformasi pengetahuan dan teknologi dalam
smart farming ini harus dilakukan mulai sekarang mengingat jumlah petani
Indonesia dari tahun ke tahun makin berkurang dan didominasi oleh mereka-mereka
yang berusia 47 tahun ke atas. Ini bisa menjadi ancaman yang serius pada
masalah ketahanan pangan di tanah air. Ekstensifikasi dan intensifikasi
pertanian harus dilakukan bila tidak ingin negara kita ini terguncang akibat
ketahanan pangan yang menurun. Berita bahwa El Nino saat ini mengancam
kedaulatan pangan kita harus kita sikapi dengan gerak cepat mengamankan sentra
sentra produksi pangan berbasis data dan informasi yang akurat yang bisa
dibangun melalui SDM yang handal.
Kualitas SDM akan meningkat, demikian pula dengan harapan
hidupnya bila masalah pangan dan gizi bisa diperbaiki. Semoga dengan perhatian
pemerintah, dunia usaha, komunitas, perguruan tinggi dan media massa yang makin
meningkat pada masalah ketahanan air, energi dan pangan akan menjadikan negara
kita tercinta ini maju dan menjadi superpower dunia.
Apakah pernyataan di atas dirasa sudah basi, itu terserah
kalian semua. Tugasku hanya menyampaikan kebenaran, memberi peringatan dan
kabar gembira.