Harus kita akui bersama bahwa masih banyak ketimpangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa, antara perkotaan dan pedesaan bahkan dalam pulau yang sama yang dengan adanya kemajuan teknologi ketimpangan tersebut makin melebar, meski langkah-langkah untuk mengatasinya juga sudah dilakukan namun kecepatannya tidak seperti yang diharapkan. Berbagai kendala dan alasan dimungkinkan dan bahkan pembenaran sekalipun. Tenaga pengajar yang terus diupayakan untuk ditingkatkan mutunya dan demikian juga anak didiknya kadangkala terkendala oleh birokrasi yang belum sepenuhnya saling menerima dan memberi (legowo saling mengisi). Dengan kata lain, sepertinya masih belum ada kekompakan dalam menggalang semua potensi yang ada agar kualitas guru dan anak didiknya makin meningkat di berbagai jenjang pendidikan. Sifat keakuan di level birokrasi tertentu masih tinggi sehingga menghambat jalannya roda organisasi. Sebenarnya bila desentralisasi pendidikan maju makin tersebar maka bisa diharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia juga akan semakin meningkat dan tidak menumpuk di pulau Jawa saja.
Di sisi lain lapangan pekerjaan masih belum terbuka luas
bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kaum buruh khususnya masih berjibaku dengan
urusan perutnya dan bukan hal yang tidak biasa sebagian pendidik dan sivitas akademika di seluruh
tanah air juga masih mengalami hal yang sama. Biasanya pada saat Hari Buruh
berbagai tuntutan kepada pemerintah mengemuka misalnya adalah bahwa pemerintah
sekarang memprioritaskan kepentingan pemodal saja, terjadi PHK massal,
aturan-aturan minim berpihak pada buruh serta tuduhan adanya perbudakan
berkedok outsourcing, pemagangan dan honorer selain issue tenaga kerja asing
tak terdidik yang makin membanjiri negara kita khususnya dari Tiongkok. Tentu
muaranya adalah tentang kesejahteraan para buruh. Hal ini sudah menjadi
permasalahan laten/sejak dahulu yang setiap kali hari buruh
dikumandangkan/diteriakkan. Selama kondisi ekonomi perusahaan memungkinkan
sebenarnya tidak ada masalah. Yang menjadi masalah kadangkala adalah apakah
perusahaan mau untuk mengurangi keuntungannya dengan berbagi pada buruh,
bersediakah para pemilik/top manajer menurunkan gaya hidupnya, bersediakah
pemerintah makin mendengarkan keluhan para buruh dan menjembatani kepentingan
pengusaha dan buruh?? Bersediakah pula pemerintah merevisi aturan-aturan yang
sangat merugikan buruh seperti tuntutan mereka?? Bersediakah para wakil rakyat
memberikan solusi nyata (tidak hanya wacana) dalam menyelesaikan permasalahan
buruh tanpa memikirkan diri sendiri, memperkaya diri atau popularitas diri??
Perdebatan yang tak akan kunjung selesai karena berbagai faktor yang saling
terkait dan rumit. Perlu jiwa besar semua pihak untuk itu.
Teknologi informasi sudah demikian berkembang dengan pesat.
Semua elemen masyarakat pasti mempunyai handphone untuk berkomunikasi, semiskin
apapun, karena sejak beberapa tahun terakhir barang tersebut tidak pernah lepas
dari sisi manusia Indonesia. Sudah saatnya bagi masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilannya dalam menghasilkan uang atau mencukupi kebutuhan
hidup lainnya dari HP yang mereka miliki serta berbagai media sosial yang
mereka ikuti. Selama ini HP lebih banyak digunakan untuk ber- haha hihi, ketawa
ketiwi, serta bersendagurau yang tidak banyak manfaatnya bahkan tebar hoaks
yang tidak perlu. Sudah waktunya untuk merubah kebiasaan menjadi hal-hal yang
positif. Ketrampilan kewirausahaan sudah harus makin ditingkatkan jumlah dan
mutunya agar tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berbudaya maju
segera terwujud sehingga Indonesia menjadi salah satu negara adidaya dunia.
Akses terhadap informasi apapun saat ini bisa ditemukan di media masa dan media
social. Keunggulan komparatif berupa sumber daya alam yang demikian luar biasa
seringkali tidak dapat diolah dengan baik karena keterbatasan pendidikan para
pekerja (SDM)nya. Banyak di antara kita yang demikian tergantung pada
perusahaan atau institusi kita. Kita kurang banyak memanfaatkan kecanggihan
teknologi dalam meraup penghasilan. Kreativitas kita diuji sampai dengan batas
ini, tidak hanya business as ussual saja. Sudah sewajarnya bila kita mampu
berimprovisasi dan berinovasi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih baik dan
makin berkembang. Dalam hal-hal tertentu sudah bukan jamannya lagi untuk
terlalu bergantung pada pemerintah. Tapi kalau dananya dipegang pemerintah??
Setiap insan Indonesia harus berupaya untuk mandiri dalam ikatan 4 pilar
kebangsaan kita yang dijiwai oleh semangat Sumpah Pemuda. Pendidikan karakter
dan penanaman rasa nasionalisme harus mendapatkan perhatian lebih besar.
No comments:
Post a Comment